Skip to main content

Untuk Beberapa Lama Sejak Lalu Sampai Nanti Entah Kapan, Aku 'Tak Bisa Jatuh Cinta.

Untuk beberapa lama sejak lalu sampai nanti entah kapan, aku tak mau jatuh cinta.

Kau tahu betapa merepotkannya hal itu?

Kita jatuh cinta (kembali) hanya demi menghapus masa lalu atau bahkan sekedar memudarkan kesendirian yang terlalu lama. Lalu kau mencari seseorang yang baru.
Saat kau menemukan seseorang itu, kau harus memulai banyak proses dari nol; menyiapkan mental, menahan banyak rasa ingin tahu dan rasa aneh yang menjalar diperut dan hatimu, menggali informasi tentang dirinya dan apa yang berkaitan dengannya, mencari cara agar bisa berbicara banyak dengannya, dan langkah-langkah awal lainnya.
Jika kau sudah melalui proses awal, lalu kau mulai melangkah ke proses pertengahan (jika kau beruntung, belum jika kau gagal dan sudah sakit hati di awal). Kau mulai berbicara intens dengannya, menemukan banyak topik pembicaraan dan kau harus terus menjaga komunikasi juga mencari topik-topik lainnya. Uh, merepotkan.
Tiba diproses puncak ketika kau dirasa punya kendali atas keputusan memilikinya atau tidak. Bagaimana jika setelah proses panjang kau gagal? Atau ternyata perasaannya tak seperti yang kau duga? Waduh, segala usahamu berujung jua.

Tapi baiklah, selamat jika kau bisa mendapat kepastian. Tapi memelihara yang sudah kau raih? Belum tentu kau bisa segiat usaha menggait daripada menetap. Selalu harus berada diposisi perasaan, posisi, dan usaha konstan atau lebih dalam mempertahankan apa yang kau punya akan dirasa lebih sulit. Belum ketika kau merasa jenuh, belum ketika tiba permasalahan yang menimbulkan cek-cok, belum ketika kau ingin sendiri dan kau menyadari kau punya tanggung jawab untuk tetap menjadi dua, belum ketika kau mengetahui masa lalunya yang belum bisa sembuh dan mengakibatkan lubang dalam dipertahananmu, belum lagi segala yang akan tiba-tiba datang dan yang terpenting adalah apakah kau bisa menjaga tanggung jawab atas keadaan perasaan dirinya dan DIRIMU sendiri? Repot. Sungguh repot.

Yang lebih merepotkan lagi adalah ketika semuanya roboh; tanggung jawab atas perasaan, kepercayaan, rahasia, dan semua fondasi yang menyusunnya. Ketika semuanya berantakan, hancur berkeping-keping hingga kau tak tahu bagaimana dan dimana meletakkan bahkan hanya 1 serpihan.
Hal ini yang paling aku benci, tanggung jawab. Seakan-akan semua orang tak mengerti apa artinya, bahkan terkadang diriku sendiri. Seakan-akan juga mereka tak punya cukup hati untuk merasakan bahwa perihal mencintai dan berujung tanggung jawab akan sesama tak semurah dibayar kata 'sayang' atau karena punya kebiasaan yang sama. Semuanya harus konstan, tak terkecuali. Semuanya harus terus kuat, jika kau memang pernah memutuskan untuk bertanggung jawab. Jika memang dirasa harus merobohkan, semua pihak sadar dan bertanggung jawab atas keputusan itu. Berdiskusi, tak ada emosi, penuh rasa tanggung jawab.
Karena sebelumya, aku merasa banyak pihak yang tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang akhirnya dirasakan oleh satu sama lain. Dan sampai sekarang, banyak puing yang masih tak tahu pasti harus aku buang atau akan aku susun jadi diriku kembali. Jatuh cinta (lagi) terlalu banyak konsekuensi, terlalu banyak puing yang sekarang masih berserakan, aku bingung.

Tanggung jawab dan tanggung jawab. Pusing.

Intinya, untuk beberapa lama sejak lalu sampai nanti entah kapan, aku tak mau jatuh cinta.

Kecuali tiba saatnya ketika aku mengerti dan merasa bahwa dengannya, semua pertanggung jawaban bisa dibayar lunas dengan tidak ada kata berpisah karena menyakiti satu sama lain.
Dan aku rasa waktu itu akan tiba masih lama.

Aku tidak tahu pasti.
Yang jelas aku sedang tidak ingin repot.

Maka dari itu, untuk beberapa lama sejak lalu sampai nanti entah kapan, aku tak bisa jatuh cinta.

Semoga lekas sembuh?




Comments

Popular posts from this blog

persetan dengan senja persetan dengan hujan perasaan datang tak mengenal waktu memori terulang tak mengenal musim kebencian juga datang tak mengenal suasana

Kucing Hitam

"Maaf", gumamnya pada kucing hitam legam kecil kesayangannya yang sekarat karena diserang anjing liar suatu malam. Ia mengelus kepala sang kucing dengan lembut dan mata berkaca-kaca. Suaranya bergetar lalu berkata, "Aku tidak bisa menjagamu dengan baik, lain kali aku akan menjagamu lebih baik. Jangan pergi dulu." Kucingnya bisa saja mati dari tadi, tapi ia masih ada yang mau menjaga . Sampai menangis dan sesak dada orang itu dibuatnya. Padahal ia hanya seekor kucing hitam legam kecil yang bandel. Satu minggu kemudian, walaupun jalannya tidak normal, ia berlarian lincah di halaman rumah. Setiap majikannya pulang, ia jadi yang pertama menyambutnya di pagar rumah.

2015 (Bagian IV : Kawan)

Maaf urutan peristiwa di bagian-bagian 2015 agak berantakan, aku menulis sesuai ingatanku. Dan yang terakhir, aku akan menceritakan kisah pertemananku sepanjang 2015. Yang pertama adalah tentang pertemuan. Di awal 2015, aku mulai les di kursus menggambar khusus persiapan masuk seni rupa dan arsitektur. Nama tempat kursusnya 'SR104'. Lokasi utamanya dekat dengan kampus ganeca ITB di Jalan Ciungwanara tapi dulu sebelum persengketaan memanas ruang belajarnya terletak di suatu gedung sekolah tinggi di Dago dan kami diberi ruang kelas selama 2 jam pas. Sekarang gedung itu sudah kosong melompong. Dan aku jauh lebih suka suasana belajar di Ciungwanara, tempatnya terbilang kecil tapi kami jauh lebih membaur.  Seminggu dua minggu awal les, kami semua saling diam. Ada beberapa yang sering bersuara saat kelas karena mereka satu sekolah. Aku bukan tipe orang yang bisa menyapa orang duluan, jadi satu dua minggu awal aku hanya suka berbicara dengan para pengajar. Lalu ada h