Skip to main content

Damai

Kepergian Jonghyun meninggalkan luka untuk banyak sekali orang dan meninggalkan kehancuran bagi keluarga dan para anggota SHINee.

Beberapa hari setelah Jonghyun meninggal, aku selalu mengikuti perkembangan berita tentang Jonghyun dan teman-teman satu grupnya. Bagaimana Jonghyun sering berbicara tentang depresi yang dialaminya di beberapa wawancara dan khususnya di surat terakhir yang ia berikan pada sahabatnya. Bagaimana kedekatannya dengan anggota lain di berbagai variety shows dan di atas panggung. Bagaimana sifatnya yang sangat lugu dan menyenangkan di depan layar kaca, yang seringkali membuat siapapun tertawa. Bagaimana ia selalu menyanyi dengan sepenuh hati dan membuat siapapun merinding. Di balik segala keajaiban yang ia ciptakan, ternyata ia bergelut dengan monster kelam yang merenggut jiwanya perlahan.
Mungkin banyak orang yang berkata, “Kenapa ia sampai harus mengakhiri hidupnya? ia depresi karena ia tak mau berdamai dengan dirinya sendiri kan?” “Betapa bodoh keputusannya” , “ia kalut dalam keadaan sesaat,” dan spekulasi lain tentang kejiwaannya.

Setelah banyak membaca dan menonton banyak acara dengan dirinya di dalamnya, aku semakin mengerti bahwa depresi tak pernah semudah itu dan tak akan pernah dimengerti oleh siapapun kecuali dirinya sendiri. 

Dalam surat terakhir Jonghyun, ia mengatakan,

“It’s almost fascinating, that it hurts this much. People that have it harder than me seem to get along just fine. People weaker than me get along just fine. But that must not be true. Among the people in this world, no one has it harder than me, and no one is weaker than me.
But I still tried to live.
I asked myself why I had to do so hundreds of times, and it was never for me. It was for you.
I wanted to do something for me.
Please stop telling me things you don’t understand.”

Aku tak punya kata-kata yang tepat untuk merespon apa yang ia rasakan. Aku menangis dalam hati dan merasakan perih yang mendalam karena entah kenapa bahkan hingga memengaruhiku beberapa hari ini. Ternyata aku paham. Aku pun mencoba memosisikan diri sebagai orang terdekat yang kehilangan seseorang karena depresi atau mental illness serupa.
Bila di sisi anggota SHINee, aku pun akan sama hancurnya atau bahkan tak bisa menahan diri ketika kehilangan seseorang yang telah hidup dan bernapas bersama selama kurang lebih 10 tahun, berjuang bersama, mengarungi mimpi bersama, sangat menyayangi satu sama lain, suatu hari memutuskan untuk menghilang dengan cara yang tak pernah terduga. Mereka hidup bersama Jonghyun lebih intensif daripada keluarga kandungnya sendiri.
Aku akan sangat menyalahkan diri sendiri dan dihantui rasa bersalah. Kurasa itu hal yang sangat wajar.

Jonghyun bersikeras ketika dokter mengatakan ia harus berdamai dengan diri sendiri agar bisa sembuh, dokter tak pernah paham karena sekalipun ia dokter, ia tak pernah merasakan apa yang dia rasakan. Dokter mendukung Jonghyun untuk sembuh agar bisa menyenangkan orang lain, bukan untuk Jonghyun pribadi. Tak pernah ada yang tahu persis bagaimana isi hati dan pikirannya, itulah yang semakin membuatnya percaya bahwa tak ada yang bisa menolongnya kecuali diri sendiri.

Aku mengerti karena aku merasakan hal yang sama di beberapa situasi. Walaupun tidak sekompleks dirinya karena juga status Jonghyun sebagai figur publik dan lingkungannya yang sangat keras (bacalah beberapa sumber tentang kehidupan keras menjadi figur publik di Korea Selatan dan tingginya daya juang dari sisi mental serta budaya di sana).

Aku pernah merasakan sesuatu yang kelam merenggut diriku, banyak hal disebabkan karena ketidakpercayaan diri yang memuncak dan isu kepercayaan. Ada hal-hal dalam diriku yang membuatku tidak percaya diri, terutama kondisi fisik yang pasti banyak orang yang terlah bertemu denganku mengetahui hal ini. Aku juga pernah menjadi korban penindasan saat aku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Aku sering mengalami panik saat memikirkan hal-hal ini. Tetapi karena kepribadianku yang tertutup dan tak mau membuat sekitarku repot, aku tidak pernah membuatnya menjadi suatu reaksi. Hingga suatu saat aku pernah mengalami gangguan pernapasan selama satu bulan. Malam-malamku terasa mematikan dan aku semakin sangat takut. Kejadian itu menimpaku sangat dalam karena sejak itu aku sadar, aku tak bisa terus menyiksa diri. Aku sadar bahwa masalahnya adalah aku tak percaya pada diriku sendiri.

Aku pun memiliki reaksi yang sama, how fascinating that it hurts this much and how anxiety kills me slowly. Tetapi ‘keajaiban’ ini membuatku mengerti bahwa hidup amatlah sangat ‘berwarna’ sampai terkadang membutakan.

Sampai saat ini, aku merasa belum sepenuhnya ‘sembuh’, tapi aku merasa jauh lebih baik dan percaya diri. Semua orang memiliki titik tertinggi dan terendah dan itu semua menjadi terasa wajar. Entah proses apa yang kulalui, tapi aku menemukan satu titik cukup terang untuk mengusir banyak sisi gelap. Bertemu banyak orang dan menyelami hari-hari bersama mereka mungkin salah satu proses yang aku alami. Aku mengenal banyak sisi kehidupan dan bagaimana kehidupanku tak sepadan dengan mereka dan ada baiknya jika aku bersyukur. Aku menemukan banyak orang yang menghargai keberadaanki dan aku sadar bahwa semua orang berarti untuk sesuatu. 

Aku selalu percaya bahwa kita sejatinya adalah sendirian. Kita berjuang dan hidup untuk diri sendiri dan apapun situasinya, satu satunya orang yang paling bisa kau andalkan adalah diri sendiri. Tetapi untuk mencapai proses pemahaman ini atau bahkan terus konsisten dalam pemahaman ini, butuh waktu yang cukup lama dan perdebatan batin yang cukup melelahkan. 
Aku ingin selalu berpegang teguh pada prinsip ini dengan cara yang positif, dengan harapan aku bisa selalu damai dengan diri sendiri dan memiliki hubungan baik dengan orang lain. Aku ingin selalu sadar dan sembuh.

Aku tak mau banyak berspekulasi untuk sisi Jonghyun, karena aku tak pernah mengenalnya secara pribadi. Tetapi mungkin kita pernah mengunjungi sisi gelap yang sama. 
Aku hanya bisa berkata bahwa jika saja diberi kesempatan untuk bisa memutar waktu; aku ingin menghapuskan sisi gelap  yang merenggut jiwa orang-orang yang mengalami hal serupa, tak terkecuali Jonghyun. Bagaimana sebenarnya akan ada titik terang di kemudian hari dan yang harusnya kita lakukan adalah perpegang pada hal-hal yang baik. Bahwa sebenarnya walaupun hanya ada satu orang, akan ada banyak kasih sayang yang bisa kita peroleh. Kita hanya perlu meredam diri sebentar saja dan melihat dengan mata dan hati yang lebar untuk bisa mengerti arti dari diri sendiri.

Aku masih terluka dengan kepergian Jonghyun. Bukan hanya karena ia seorang Jonghyun dari salah satu grup paling tenar di negaranya yaitu SHINee, grup yang telah aku perhatikan sejak mereka belum debut hingga hari ini, walaupun tidak intens seperti dulu saat sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. 
Karena dia adalah Jonghyun. Jonghyun yang berbakat, Jonghyun yang memiliki suara sangat indah, Jonghyun yang konyol, Jonghyun yang ceria;
Jonghyun yang berharga. Jiwa yang terlalu berharga untuk direnggut ‘sisi gelap’.

Tetapi apapun yang terjadi, semuanya telah menjadi keputusan yang telah dipikirkan matang-matang olehnya. Ia telah memikirkan hal ini sejak jauh hari dan telah memperhitungkan semuanya; warisan untuk keluarganya, donor organ tubuhnya, semua kegiatan member SHINee lainnya, dan surat-surat yang is telah tulis. Ia telah membuat keputusan.
Ia melalui lebih banyak dengan umurnya yang sudah cukup dewasa, 27 tahun. Ia telah mencapai suatu titik terpuncak, dan kita tak bisa menyalahkan dirinya.

Ia telah berjuang amat keras melawan apapun yang telah merenggutnya. Ia memenangkan semua ini dengan caranya sendiri. Semoga keputusannya membawa dirinya menuju kedamaian dan kebahagiaan sejati. Ia telah berjuang amat keras. 
You did an amazing job that we all could never imagine. You’ve worked so hard. 
Aku sangat bangga. Siapapun yang selalu menghargaimu, dan orang-orang sepertimu, akan selalu bangga padamu dan mengingat semua karyamu.

Dan untuk siapapun yang sedang berjuang melawan sisi gelap, aku atau siapapun tak akan pernah bisa mengerti sepenuhnya, tetapi percayalah ketika kau percaya pada dirimu sendiri dan membuka hati dan pikiranmu untuk harapan baru, segalanya akan baik-baik saja. 

Semoga kita semua bisa berdamai dengan diri sendiri. 

I hope we’ll find our own ‘light’.






Comments

  1. As human beings, everybody has a dark side, but everyone deserve to be happy. So you have to trust yourself and face your demons. Always spread positive vibes (especially for yourself) ya, Ale! Sure you can do it. Btw, keep writing.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

persetan dengan senja persetan dengan hujan perasaan datang tak mengenal waktu memori terulang tak mengenal musim kebencian juga datang tak mengenal suasana

Kucing Hitam

"Maaf", gumamnya pada kucing hitam legam kecil kesayangannya yang sekarat karena diserang anjing liar suatu malam. Ia mengelus kepala sang kucing dengan lembut dan mata berkaca-kaca. Suaranya bergetar lalu berkata, "Aku tidak bisa menjagamu dengan baik, lain kali aku akan menjagamu lebih baik. Jangan pergi dulu." Kucingnya bisa saja mati dari tadi, tapi ia masih ada yang mau menjaga . Sampai menangis dan sesak dada orang itu dibuatnya. Padahal ia hanya seekor kucing hitam legam kecil yang bandel. Satu minggu kemudian, walaupun jalannya tidak normal, ia berlarian lincah di halaman rumah. Setiap majikannya pulang, ia jadi yang pertama menyambutnya di pagar rumah.

2015 (Bagian IV : Kawan)

Maaf urutan peristiwa di bagian-bagian 2015 agak berantakan, aku menulis sesuai ingatanku. Dan yang terakhir, aku akan menceritakan kisah pertemananku sepanjang 2015. Yang pertama adalah tentang pertemuan. Di awal 2015, aku mulai les di kursus menggambar khusus persiapan masuk seni rupa dan arsitektur. Nama tempat kursusnya 'SR104'. Lokasi utamanya dekat dengan kampus ganeca ITB di Jalan Ciungwanara tapi dulu sebelum persengketaan memanas ruang belajarnya terletak di suatu gedung sekolah tinggi di Dago dan kami diberi ruang kelas selama 2 jam pas. Sekarang gedung itu sudah kosong melompong. Dan aku jauh lebih suka suasana belajar di Ciungwanara, tempatnya terbilang kecil tapi kami jauh lebih membaur.  Seminggu dua minggu awal les, kami semua saling diam. Ada beberapa yang sering bersuara saat kelas karena mereka satu sekolah. Aku bukan tipe orang yang bisa menyapa orang duluan, jadi satu dua minggu awal aku hanya suka berbicara dengan para pengajar. Lalu ada h