Ia tak tahu sampai kapan akan selalu merasa tidak cukup untuk hal apapun.
Ia selalu mencemaskan orang lain, hal-hal disekitarnya sampai dadanya sesak dan terkadang terisak di tengah malam. Tapi sebagian dirinya yang lain merasa sama sekali tidak peduli, sampai ia tak tahu apa lagi yang harus ia lakukan selain diam.
Ia terombang-ambing di perbatasan antara cemas dan tak peduli. Lalu suatu hari pasti ada saatnya ia akan jatuh ke salah satu jurangnya, dan ia tak akan pernah tau akan terjerembab selamanya di jurang yang mana.
Ia merasa semua ini terjadi karena semua rasa cemas yang ia berikan kepada siapapun selalu berakhir sia-sia atau mungkin ia memang tak pernah benar-benar dianggap siapa-siapa.
Ia mungkin memang didesain untuk sendirian karena ketika ia mencoba untuk berlari bersama orang lain yang sedang berlari, mereka justru memilih untuk berhenti. Ia lebih merasa tenang sendirian ketika kepalanya berteriak, "Carilah teman!". Dan ketika ia menemukan mereka, giliran kepala mereka yang berteriak, "Carilah teman lain!".
Dan ketika ia butuh tempat berteduh, sekitarnya mendadak menjadi gurun gersang.
Dan semua ini kerap muncul setiap detik di nafasnya karena ia selalu merasa ia tak pernah cukup baik untuk siapapun, bahkan untuk orangtuanya atau binatang peliharaannya sendiri.
Mungkin ia memang tidak pernah benar-benar membuat orang lain merasa bahagia, ia hanya membuat mereka tersenyum sesaat ketika ia mungkin akan mengenang semuanya sampai air matanya kering.
Mungkin ia hanya hembusan angin, ia hanya membuat mereka sejuk sesaat ketika ia bersusah payah membuat mereka mengingat dirinya selamanya.
Ia benci merasa sendirian, tapi ia selalu menarik diri ke pojok keramaian.
Ia benci dilupakan, tapi ia selalu diam agar orang-orang tak direpotkan dengan mengingatnya.
Ia benci berdiri di belakang, tapi ia tak pernah berani maju duluan.
Ia benci merasa khawatir, tapi ia tak pernah benar-benar berusaha memastikan semuanya baik-baik saja.
Ia benci manusia, tapi ia sendiri manusia.
Kau tahu apa yang ia benci dari manusia? Mereka tak pernah benar-benar menyadari apa yang mereka lakukan. "Mungkin aku bukan manusia," pikirnya, "aku hanya aku. Spesies berbeda yang selalu menyadari hal-hal akan selalu berubah,".
Lalu ada satu titik ketika ia tak akan pernah memedulikan apapun, sama sekali. Ia tak mau tahu tentang apapun. Semua omongan orang lain tentang apapun ia tak pernah peduli. Apa yang bisa ia lakukan, ia terkadang tak melakukannya. Ia terlalu tidak peduli untuk bahkan melirik mata.
Hingga ia kerap kehilangan dirinya sendiri dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, 'lalu apa yang kau mau?'.
Ia tak pernah suka gagasannya sendiri tentang hal-hal ini, dan ia lebih benci ketika ia sadar ia memang seperti itu;
Ia memang tak pernah cukup baik untuk apapun,
sebab itu semua orang selalu memilih pergi,
dan ia kembali sendirian.
Lalu ia bersumpah pada dirinya sendiri, ia tak mau lagi berurusan dengan hati manusia.
Comments
Post a Comment