Skip to main content

2015 ( Bagian III : Sepenggal Kelas dan Kamu)

Oiya, aku melupakan bagian kenaikan kelas 11 ke kelas 12 di awal pertengajan tahun 2015.

Dulu aku menjalani 1 tahun kelas 11 di 11-7 atau 11 IPS-1. Satu tahun yang cukup menyenangkan. Aku bertemu teman-teman baru tentunya dan kelas ini cukup memberi kesan di SMA ku. Hari terakhir kami berada di satu kelas adalah saat pembagian rapor semester 2. Ada 3 orang teman kami yang dinyatakan tidak naik kelas dan 2 diantaranya memutuskan untuk tidak lagi bersekolah disini. Hari yang cukup emosional, mengingat 3 orang ini adalah anak-anak yang bandel dan sukanya bercanda.

Lalu suatu malam kami mengadakan acara sekadar makan malam untuk berfoya-foya memakai uang kas kelas yang borjuis, kami makan di suatu restoran di Jalan Setiabudi.
Tak hanya makan, kami lalu berbagi cerita seperti kesan pesan selama satu kelas, masalah pribadi juga cita-cita dan masa depan. Tapi kami lebih lama membahas soal kesan pesan sesama. Semua orang , termasuk aku, jadi tau pendapat tentang dirinya sendiri dari orang-orang ini. Aku juga banyak mendapat masukan dan sedikit intropeksi diri (seperti untuk setidaknya tidak terlihat sinis saat melihat orang untuk pertama kali atau sedang diam, tapi apa kata Allah, saya diciptakan dengan muka datar agak menyebalkan).

Tapi malam itu tidak akan aku lupakan. Malam yang cukup berharga untuk melihat orang -orang konyol tipikal IPS menjadi sangat jujur dan emosional. Kami tak lupa memeluk satu sama lain dan juga mengucap pisah untuk Mirza, teman kami yang akan kembali ke Yogyakarta. Kami akan melihat satu sama lain sukses dengan caranya sendiri di masa depan kelak.
Dan aku pribadi sangat ingin mengucap terima kasih pada Pak Yandi (wali kelas 11-7 dan guru ekonomi fenomenal SMA Taruna Bakti) untuk membimbing kami dan peduli pada kami, dengan cara uniknya sendiri. Kalau tidak ada Bapak, aku tidak bisa jamin kelas kami waktu itu akan seperti ini.

Aku lalu naik ke tingkat akhir SMA, kelas 12. Aku masuk ke kelas 12-7. Komposisi kelasnya sederhana; separuh laki-laki dan perempuan 11-7 disatukan dengan separuh laki-laki dan perempuan 11-8.
Sejauh ini, kelas ini (bisa dibilang lumayan) baik-baik saja.
Ada beberapa pro kontra terjadi di kelas ini, ya begitulah hidup di tengah orang yang karakternya beragam setiap hari.

Nah,
kemudian ini bagian yang campur aduk di 2015.

Kembali ke Oktober setelah hingar bingar berbau pentas seni dan acara eksternal besar-besaran kami selesai.

Aku akan berbicara agak banyak soal pertemuanku dengan seseorang. Seperti yang sudah aku tidak langsung janjikan ditulisan 2015 Bagian II.

Sebenarnya aku sudah bertemu dengan orang ini sejak awal tahun dan bisa dibilang dia salah satu orang penting sejak pertemuan itu. Ia kunci dari kesuksesanku mengemban tanggung jawab sebagai koordinator logistik di RUNTASTIC dan MPK Kembara.

Orang yang saat chat pertama kali mengira aku laki-laki.
Orang yang membuka pengetahuanku tentang logistik lebih jauh.
Orang yang sangat santai tapi serius menanggapi pekerjaannya.
Yang lama kemudian aku kenal sebagai orang suka menghardik orang lain, suka sekali Supernova karya Dee, supel, blak blakan soal pendapatnya, jarambah, dsb dll.

Orangnya (amat sangat) tinggi semampai dan suaranya sangat rendah.

Suatu hari perbincangan kami tidak hanya sekadar cotation, "ketemu jam berapa?", bertanya soal harga, barang, dan tanggal segala macam, dll soal acara.
Suatu hari perbincangan kami mulai bercabang ke hal-hal seru di pekerjaannya dan seru seru keseharianku.

Lalu hari-hariku menjelang MPK juga diwarnai dengan perubahan sikapnya yang aku tak begitu mengerti tapi menyenangkan, seperti misalnya mengembalikan parfumku yang tertinggal di basecamp LE ke rumahku jam 10 malam dan bersikeras kalau parfumnya salah ia bisa balik lagi mencari yang benar dan kembali ke rumahku.

Ia menjadi teman yang sangat baik dan bisa dikerjain, ya? pikirku.

Tapi seiring waktu berjalan, saat MPK sudah dekat dengan harinya, pada saat harinya, dan beberapa hari setelah harinya, aku lalu merasakan hal-hal berbeda dan mengalami perpindahan sudut pandang mengenai laki-laki ini.

Ia tetap berguna dan berbaik hati (dengan caranya sendiri) setelah acara selesai.
Kami tetap berkontak setelah semua pertanyaan pekerjaan kami sudah habis.
Kami tetap bertemu setelah pertemuan-pertemuan resmi kami tak lagi harus diadakan.
Kami tetap berbagi cerita tentang keseharian ketika keseharian kami tak lagi sama untuk mengerjakan satu acara.

Suatu hari ia menggubah puisi.

Lalu setelah itu aku sadar,
perasaanku campur aduk.

Ada 2 hari di akhir Oktober dimana kami berbincang serius.
Ternyata yang campur aduk tak hanya aku,
dan kami sepakat untuk menemani satu sama lain.

Lalu ia membahagiakan hari-hariku setelahnya.
Ketika ada hari-hari aku bisa bergantung pada lengannya yang kuat dan aku bisa merasa teduh karena tinggi badannya yang seperti dua kali lipat tinggi badanku.
Aku bisa berkeluh kesah kemudian pendapat dewasa menyambutku agar aku lebih membuka pikiran.
Aku menemukan orang yang akan mencari cara untuk membuatku kuat.

Dan lalu kami juga punya tugas untuk saling menyembuhkan.

Lara, debu, karat.

Kami harus membersihkan semua itu.

Atau setidaknya aku tahu aku punya niat.

Dan semakin hari ia menguatkanku dengan caranya sendiri.

Ia membuka bab baru di buku perjalananku.

Sungguh,
yang aku tahu
dan yang selalu aku percayai,
ia selalu punya caranya sendiri.












Halo, Rafi.

Comments

Popular posts from this blog

persetan dengan senja persetan dengan hujan perasaan datang tak mengenal waktu memori terulang tak mengenal musim kebencian juga datang tak mengenal suasana

Kucing Hitam

"Maaf", gumamnya pada kucing hitam legam kecil kesayangannya yang sekarat karena diserang anjing liar suatu malam. Ia mengelus kepala sang kucing dengan lembut dan mata berkaca-kaca. Suaranya bergetar lalu berkata, "Aku tidak bisa menjagamu dengan baik, lain kali aku akan menjagamu lebih baik. Jangan pergi dulu." Kucingnya bisa saja mati dari tadi, tapi ia masih ada yang mau menjaga . Sampai menangis dan sesak dada orang itu dibuatnya. Padahal ia hanya seekor kucing hitam legam kecil yang bandel. Satu minggu kemudian, walaupun jalannya tidak normal, ia berlarian lincah di halaman rumah. Setiap majikannya pulang, ia jadi yang pertama menyambutnya di pagar rumah.

2015 (Bagian IV : Kawan)

Maaf urutan peristiwa di bagian-bagian 2015 agak berantakan, aku menulis sesuai ingatanku. Dan yang terakhir, aku akan menceritakan kisah pertemananku sepanjang 2015. Yang pertama adalah tentang pertemuan. Di awal 2015, aku mulai les di kursus menggambar khusus persiapan masuk seni rupa dan arsitektur. Nama tempat kursusnya 'SR104'. Lokasi utamanya dekat dengan kampus ganeca ITB di Jalan Ciungwanara tapi dulu sebelum persengketaan memanas ruang belajarnya terletak di suatu gedung sekolah tinggi di Dago dan kami diberi ruang kelas selama 2 jam pas. Sekarang gedung itu sudah kosong melompong. Dan aku jauh lebih suka suasana belajar di Ciungwanara, tempatnya terbilang kecil tapi kami jauh lebih membaur.  Seminggu dua minggu awal les, kami semua saling diam. Ada beberapa yang sering bersuara saat kelas karena mereka satu sekolah. Aku bukan tipe orang yang bisa menyapa orang duluan, jadi satu dua minggu awal aku hanya suka berbicara dengan para pengajar. Lalu ada h